CYBER LAW HOUSE : Jalan Nias No.14/616 Rt.004 Rw.003, Kelurahan 26 Ilir D-I, Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang 30136, Sumatera Selatan, Indonesia; Telp : +6285369903020, +6282185998766 (Adha), +6282182826238 (Hairul), +6282185109191 (Usman); Website: http://www.ahu-lawfirm@blogspot.co.id; Email: ahu.lawfirm@gmail.com

Thursday 27 April 2017

Regulation for Fintech and Bitcoin




Perkembangan pemanfaatan teknologi internet dan komunikasi seperti halnya smarphone, android, gadget, PC (personal computer), dan lain-lain, mendorong berkembangnya bisnis perdagangan secara elektronik (e-commerce) dan Fintech (financial technology), sehingga memunculkan berbagai inovasi dan keterlibatan pihak baru dalam penyelenggaraan pemprosesan transaksi pembayaran, seperti Penyelenggara Payment Gateway dan Penyelenggara Dompet Elektronik, serta penyelenggara penunjang lainnya seperti perusahaan penyedia teknologi pendukung transaksi nirkontak (contactless). Perdagangan ini pun, kemudian menimbulkan jenis pembayaran yang baru, yakni bitcoin dan jenis pembayaran (virtual currency) yang lainnya.


FINTECH (FINANCIAL TECHNOLOGY)
Menurut definisi yang dijabarkan oleh National Digital Research Centre (NDRC), FinTech adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu inovasi di bidang jasa finansial, sedangkan kata FinTech sendiri berasal dari kata financial dan technology yang mengacu pada inovasi finansial dengan sentuhan teknologi modern.

Layanan yang diberikan oleh startup fintech pastinya berkaitan dengan finansial. Namun, setiap startup fintech memiliki fokus yang berbeda-beda. Ada startup yang fokus terhadap bisnis mikro, dengan menyediakan penjualan pulsa, pembayaran tagihan, dan layanan keuangan. Kemudian ada juga startup yang fokus menyediakan payment gateway untuk memudahkan berbagai macam urusan pembayaran. Ada juga startup fintech yang fokus menyediakan produk finansial, seperti kartu kredit, asuransi, dan investasi. Model bisnis startup-startup ini pun berbeda satu sama lain.
  

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur pelaku usaha fintech yang inti bisnisnya mencakup deposit (penyimpanan dana), lending (penyaluran dana), capital raising (pengumpulan modal), dan market provisioning (penyediaan pasar). Sedangkan Bank Indonesia (BI) akan mengatur pelaku usaha fintech yang bisnis utamanya berupa clearing and settlement (penyelesaian transaksi pembayaran).

Konsep FinTech (financial technology) yang mengadaptasi perkembangan teknologi yang dipadukan dengan bidang finansial diharapkan bisa menghadirkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman serta modern. Ada banyak hal yang bisa dikategorikan ke dalam bidang FinTech, diantaranya adalah proses pembayaran, transfer, jual beli saham, proses peminjaman uang secara peer to peer dan masih banyak lagi.

Banyak hal yang membuat perkembangan FinTech (financial technology) mampu mempengaruhi gaya hidup masyarakat dunia. Alasan-alasan tersebut membuat bidang FinTech (financial technology) terus tumbuh menjadi sebuah kebutuhan baru bagi masyarakat. Beberapa alasan yang membuat FinTech (financial technology) menjadi bidang penting bagi gaya hidup dan keadaan keuangan masyarakat dunia antara lain adalah:

  • Membantu perkembangan startup baru, banyak sekali startup baru yang berupaya menciptakan inovasi di bidang FinTech (financial technology), salah satu contoh konkretnya adalah moneythor. Moneythor adalah sebuah startup baru yang mencoba membuat produk baru demi memberikan pengalaman digital banking yang analisisnya lebih rinci dan detail. Startup di bidang FinTech (financial technology) tersebut biasanya tumbuh di Singapura yang menjadi pusat finansial bagi startup yang ingin menguasai ranah Asia.
  • Mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak hanya berfokus pada perolehan keuntungan yang besar, FinTech (financial technology) rupanya juga mampu meningkatkan taraf hidup dan daya beli masyarakat. Sebagai contoh, Soft Space yang merupakan startup asal Malaysia mulai berinovasi dengan menghadirkan merchant yang menerima pembayaran kartu kredit dan debit dengan biaya yang rendah. Sama halnya dengan Soft Space, SmartPesa yang berbasis di Singapura juga mencoba menghadirkan inovasi FinTech (financial tecnology) dengan membangun infrastruktur perbankan sebagai solusi untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Di kawasan Asia Tenggara, FinTech berperan mengentaskan kemiskinan lebih dari 600 juta jiwa sambil terus berusaha memberikan bukti nyata tentang keuntungan startup demi meningkatkan kepercayaan para investor.
  • Mengurangi pinjaman dengan bunga tinggi, kekuasaan lintah darat yang hadir sebagai ‘penolong’ masyarakat namun menetapkan bunga pinjaman yang tinggi tentu menjadi suatu masalah klasik yang belum dapat diatasi secara maksimal. Namun dengan kehadiran FinTech (financial technology), diharapkan sistem peminjaman uang bisa dilaksanakan dengan cara yang lebih transparan dan menjadi hak umum bagi semua masyarakat.


Pengaturan tentang FinTech (financial technology) di Indonesia, di atur dalam Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, yakni sebagai berikut:

Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016, tanggal 8 November 2016, tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, mengatur kewajiban yang harus dipenuhi oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran baru, baik berupa Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Switching maupun Penyelenggara Dompet Elektronik. Kewajiban yang harus dipenuhi tersebut antara lain kewajiban penerapan manajemen risiko, perlindungan konsumen, pemenuhan standar keamanan, pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik, kewajiban penggunaan Rupiah, dan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya seperti ketentuan yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik dan penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

Sedangkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016, 28 Desember 2016, tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, bertujuan untuk melindungi konsumen terkait keamanan dana dan data, pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, stabilitas sistem keuangan, hingga para pengelola perusahaan fintech. 



BITCOIN
Bitcoin adalah sebuah mata uang virtual yang dapat digunakan untuk bertransaksi online, namun bentuk mata uang ini bukanlah seperti mata uang fisik yang dikeluarkan oleh sebuah bank dan bukan pula mata uang dari sebuah negara. Bentuk dari mata uang unik ini adalah hanya sebuah file layaknya file-file umum biasa, file bitcoin dapat juga disimpan di dalam komputer atau sebuah flash disk atau software yang dinamakan BitCoin Digital Wallet, kemudian bitcoin dapat di simpan di jasa penyimpanan bitcoin di internet yang berbentuk layaknya social cloud.

Menurut beberapa sumber, sejarah dari lahirnya BitCoin berawal pada tahun 2007, seorang ahli komputer Satoshi Nakamoto, mencoba mengembangkan sistem mata uang virtual currency model baru yang sama sekali tidak terikat oleh pihak atau otoritas manapun.

Mengenai nilai bitcoin, jika di-kurs-kan dengan nilai dolas AS, beberapa pihak menyatakan bahwa saat ini nilai 1 bitcoin atau 1B (symbol bitcoin) senilai dengan $195 dolar. Namun nilai tersebut akan terus berubah sesuai dengan keberadaan jumlah bitcoin yang ada saat ini, dan hingga saat ini diperkirakan sudah terdapat 21 juta bitcoin yang bertambah 25 bitcoin per menitnya di seluruh dunia.


Namun Bank Indonesia (BI) memberikan pernyataan pada siaran pers yang diterbitkan pada tanggal 6 Februari 2014 lalu, menyatakan bitcoin dan virtual currency lainnya bukan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia, demikian pula terhadap virtual currency alternatif, semacam Dogecoin dan Litecoin juga tidak diakui sebagai alat pembayaran, hal ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, bahwa pembayaran yang sah yakni Rupiah, kemudian Bank Indonesia (BI) menegaskan segala risiko terkait kepemilikan / penggunaan bitcoin ditanggung sendiri oleh pemilik / pengguna bitcoin dan virtual currency lainnya.

Bank Indonesia (BI) tidak menetapkan peraturan yang secara khusus  yang melarang penggunaan bitcoin, dengan demikian para pemilik bitcoin masih bisa bebas bertransaksi dengan mata uang tersebut. Hanya saja, tidak ada perlindungan hukum apabila terjadi kasus-kasus seperti pencurian atau penipuan yang melibatkan virtual currency, dan Indonesia tidak mengakui bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Sebelumnya, sejumlah negara lain telah lebih dulu menyatakan sikap yang sama, yakni Malaysia, Thailand, India, dan Cina.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggolongkan Fintech (financial technology) yakni, Fintech 2.0 Digital LJK dan Digital Banking, dan Fintech 3.0-3.5 Startup Companies. Fintech 2.0 melingkupi tiga ranah sektor industri diantaranya perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB). Untuk perbankan, ranah bisnis yang akan diatur mulai dari E-banking, Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), Digital Branch, dan Banking Anywhere (Omnichannel). Sedangkan kategori berikutnya, Fintech 3.0-3.5 khusus mengatur perusahaan startup fintech non lembaga jasa keuangan (LJK), dengan ranah bisnis yang akan diatur adalah koperasi, bursa berjangka, dan loan-based crowdfunding (P2P Lending).
 Sedangkan peranan Bank Indonesia (BI) akan menaungi dan mengatur alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK), E-Money, Telco Money, Blockchain (Bitcoin), dan National Payment Gateway (NPG).

Keberadaan Fintech (financial technology) diharapkan dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman, serta meningkatkan perekonomian bangsa yang meliputi proses pembayaran, proses peminjaman uang, transfer, ataupun jual beli saham. Dari konsep ini, kemudian muncullah startup yang bergerak di bidang Fintech (financial technology).

Pasal 1 angka 1 Jo., Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, secara tegas mengatur bahwa Mata Uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Rupiah, kemudian pada Pasal 33 ayat (1) Ketentuan Pidana, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), jika setiap orang yang tidak menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya. Dengan demikian, bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia.


Salam,
AHU & Partners




No comments:

Post a Comment