CYBER LAW HOUSE : Jalan Nias No.14/616 Rt.004 Rw.003, Kelurahan 26 Ilir D-I, Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang 30136, Sumatera Selatan, Indonesia; Telp : +6285369903020, +6282185998766 (Adha), +6282182826238 (Hairul), +6282185109191 (Usman); Website: http://www.ahu-lawfirm@blogspot.co.id; Email: ahu.lawfirm@gmail.com

Friday, 14 April 2017

Orangtua hendaklah aktif memonitor aktivitas anak-anak di smartphone/gadget





Antusias masyarakat terhadap layanan virtual reality (digital online/mayantara) semakin tahun semakin bertambah jumlahnya, bahkan dari balita (bayi dibawah lima tahun) hingga anak-anak kecil berusia 5-10 tahun telah memiliki ketarikannya untuk mempermainkan games di smartphone atau gadget, sampai meminta kepada orangtua untuk dibelikan agar dapat dimilikinya.

Dulu anak kecil hanya meminjam smartphone atau gadget untuk memainkan game online, kini anak-anak kecil pun mulai bisa bertingkah laku seperti orang dewasa, yakni menggunakan media sosial (Facebook, BBM, Wechat, Twitter, Instagram, telegram, dan lain-lain).


Berdasarkan data-data yang diperoleh dari situs http:www.chip.co.id, maka antusias anak-anak kepada smartphone/gadget yakni sebagai berikut:
Apa hadiah yang diharapkan anak-anak ketika naik kelas? Ternyata, 35% bilang ingin dapat smartphone/gadget terbaru.
Kemudian 40% anak-anak telah memiliki smartphone/gadget sendiri, dan 51% anak-anak yang sendiri yang memilih produk smartphone/gadget yang mereka inginkan.

 67% anak-anak telah memiliki merk Simcard sendiri, maka wajar 60% anak-anak meminta uang kepada orangtuanya untuk mengisi pulsa setiap minggu di tempat pengisian pulsa, bahkan 55% anak-anak Indonesia pada saat ini adalah aktif menggunakan layanan internet digital online atau active internet user.

Terhadap penggunaan sosial media, 55% anak-anak eksis di Facebook, 17% eksis di BBM, 9% eksis di Twitter, dan 19 % main game online. Selain update status, sebanyak 42% anak-anak juga memiliki kebiasaan main game di Facebook dan 67% mengunggah poto hasil jepretannya di Facebook. Ketertarikan anak-anak terhadap smartphone/gadget pun luar biasa, 84% anak-anak cenderung menggunakan smartphone/gadget, dan 17% menggunakan tablet atau PC (Personal Computer).


Jika kondisi anak-anak telah seperti ini, kemudian tanpa ada pengawasan dari orangtua, besar kemungkinan akan mengubah pola pikir dan wawasan bagi anak. Orangtua hanya tahu anak-anak lagi menggunakan media sosial (social media) atau lagi memainkan game online, tetapi diluar pengawasan dan kendali dari orangtua, anak-anak pun akan membuka atau mengklik situs-situs yang belum waktunya buat anak, misalnya membuka situs-situs porno (porn sites), dan/atau situs-situs judi online (gambling sites), maupun situs-situs terlarang lainnya.

Anak-anak dalam melakukan interaksi antar sesama mereka melalui berbagai layanan sosial media pun mesti juga di awasi dan tetap senantiasa terkontrol, belum tentu yang mereka ceritakan hanya membahas tentang materi pelajaran di sekolah, atau menanyakan mengenai pelajaran yang dikerjakan di rumah, atau pun terhadap berbagi ilmu yang mereka terima di sekolah. Mungkin juga diluar jangkauan pengawasan orangtua, anak-anak pun bisa beralih hal-hal yang mereka bahas, misalnya membahas narkoba, minuman keras, obat-obatan, kriminalitas, dan lain sebagainya. Bahkan anak-anak pun menggunakan layanan sosial media, mengajak teman-temannya untuk di ajak tawuran atau kekerasan fisik dengan temannya yang lain.

Anak-anak adalah regenerasi bangsa dikemudian harinya, masa kecilnya hendaklah berada dibawah pengawasan dan kendali orangtua, agar jangan sampai terkontaminasi dengan hal-hal yang tercela dan kriminalitas. Jika anak-anak telah terkontaminasi, maka hal ini dapat mengubah pola pikir, cara pandang, dan sikap tindaknya, pada akhirnya anak-anak pun akan meniru apa saja yang telah dilihatnya.

Semestinya orangtua melihat apa saja yang telah anak-anak lakukan selama diluar pengawasannya, mungkin ketika anak-anak lagi berada diluar rumah atau lagi tidur, hendaklah smartphone atau gadget-nya diperiksa kembali. Di google dapat ditelusuri melalui riwayat, di situ akan terlihat situs-situs mana saja yang telah dikunjunginya. Jangan kan anak, orang dewasa pula hanya bisa membuka situs google sesuai apa yang dikehendaki tanpa menghapus riwayatnya. Terhadap layanan media sosial, orangtua bisa membaca kembali apa saja yang telah anak-anak tuliskan, percakapan anak dengan temannya, dan gambar apa saja yang telah saling kirim.


Anak-anak bukan hanya harapan bangsa dan negara, tapi juga harapan orangtua dan keluarga. Mana ada orangtua yang berkeinginan kelak nantinya anak-anak menjadi nakal, liar atau preman, dengan menggunakan narkoba, minuman keras, dan lain sebagainya. Meskipun anak-anak telah di didik di sekolah dan di ajarkan pula ilmu agama, atau di datangkan guru private ke rumah, tidak mesti semuanya itu dibebankan kepada guru (tenaga pendidik). Setelah sampai dirumah atau setelah proses belajar dengan gurunya, kembali menjadi beban orangtua untuk senantiasa menjaga, mengawasi dan memonitor apa saja yang telah anak-anak lakukan, terutama dalam menggunakan layanan virtual reality baik melalui smartphone maupun gadget.

Berbagai peraturan perundang-undangan, usia yang dikatakan masih anak-anak itu bervariasi, ada batasan dikatakan anak, yakni dibawah17 tahun dan ada juga menentukan dibawah 21 tahun. Terpenting bagi orangtua, selama anak-anak yang berusia 17 hingga 21 tahun masih belum menikah, masih berada menjadi tanggungjawab orangtuanya, begitu juga terhadap anak-anak yang masih sekolah atau lagi kuliah.

Peran serta pengawasan orangtua kepada anak-anak sangatlah membantu anak-anak terhindar dari berbagai tindak kejahatan dan/atau tindak pidana, kemudian menuntun anak-anak kelak nantinya menjadi regenerasi harapan bangsa sesuai ilmu dan keahliann yang dicita-citakannya.

Demikianlah yang dapat disampaikan, semoga ini bermanfaat bagi kita semua.
Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.


Salam,
AHU & Partners


Referensi:


No comments:

Post a Comment