CYBER LAW HOUSE : Jalan Nias No.14/616 Rt.004 Rw.003, Kelurahan 26 Ilir D-I, Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang 30136, Sumatera Selatan, Indonesia; Telp : +6285369903020, +6282185998766 (Adha), +6282182826238 (Hairul), +6282185109191 (Usman); Website: http://www.ahu-lawfirm@blogspot.co.id; Email: ahu.lawfirm@gmail.com

Wednesday, 12 April 2017

Sejarah Advokat Universal dan Indonesia



Menjadi seorang Advokat, bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mencapainya, diperlukan usaha dan kemauan yang keras, karena ukuran profesionalitas seseorang akan dilihat dua sisi, yakni sisi teknis keterampilan atau keahlian yang dimilikinya, dan hal-hal yang berhubungan dengan sifat, watak, dan kepribadiannya. Profesi Advokat adalah profesi terhormat (officium nobile), maka dapat dikatakan bahwa tiap-tiap Advokat adalah Advokat Profesional.


Kemudian tiap-tiap Advokat profesional mengetahui betul apa yang harus dikerjakan, pengetahuan, keahlian dan kemahiran terhadap pekerjaannya sebagai Advokat, hendaklah pula disertai dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, seorang Advokat profesional tidak hanya pandai memainkan kata-kata secara teoritis, tapi juga harus mampu mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Advokat untuk menguasai pekerjaannya, maka dapat dilihat dari tiga hal yang pokok, yaitu bagaimana cara bekerjanya, bagaimana mengatasi persoalan, dan bagaimana menguasai hasil kerjanya.

Nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan menjadi prinsip dasar bagi seorang Advokat profesional. Dengan integritas yang tingi, maka seorang Advokat profesional akan mampu membentuk kehidupan moral atau kepribadian yang baik. Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seorang professional tidaklah cukup hanya mengandalkan kecerdasan dan kepintarannya, tapi juga kesiapan kualitas mentalnya untuk menentukan kualitas hidupnya.

Namun kadangkala Advokat profesional, tidak mengetahui asal sejarah Advokat profesional pada zaman dahulu, baik secara universal maupun di Indonesia. Alangkah baiknya Advokat adalah profesi terhormat (officium nobile), namun lebih terhormat lagi jika tahu sejarah mulanya praktik advokat, baik secara universal maupun di Indonesia.


MULANYA PRAKTIK ADVOKAT SECARA UNIVERSAL


Berbagai literatur, meskipun belum begitu komprehensif, namun patut untuk diketahui mengenai awal mulanya pratik advokat pertama kalinya secara universal.

Pertama kali yang dapat dikatakan “pengacara” atau "advokat" mungkin adalah para orator Athena kuno. Namun, orator Athena menghadapi kendala struktural yang serius. Pertama, terdapat peraturan bahwa individu seharusnya untuk membela kasus mereka sendiri, yang segera dialihkan dengan meningkatnya kecenderungan individu untuk meminta seorang “teman” sebagai bantuan; dan kedua, orator tidak diizinkan meminta bayaran atas jasa layanan mereka.

Sebuah hukum yang berlaku tahun 204 SM melarang advokat Romawi meminta bayaran, tetapi hukum ini secara luas diabaikan. Kemudian Kaisar Claudius mensahkan advokasi sebagai suatu profesi yang memungkinkan advokat Romawi untuk menjadi pengacara pertama yang bisa praktek secara terbuka, dan menghapuskan larangan biaya. Sejak awal, tidak seperti Athena, selanjutnya Roma mengembangkan kelas spesialis yang mempelajari hukum, yang dikenal sebagai jurisconsult (iuris consulti).



MULANYA PRAKTIK ADVOKAT DI INDONESIA


Besar Mertokusumo atau dikenal juga dengan Mr. Mas Besar Martokoesoemo adalah seorang Pengacara atau Advokat pertama Indonesia, Mr. Besar Mertokusumo dilahirkan di Brebes, 8 Juni 1894. Beliau mengenyam pendidikan di Sekolah Rendah Belanda (Europeesche Lagere School-ELS) di Pekalongan dan lulus pada 1909, dan enam tahun kemudian lulus dari Rechtschool di Jakarta, kemudian pada tahun 1919 melanjutkan pendidikan di Universitas Leiden, Belanda dan lulus pada tahun 1922.

Dalam literatur sejarah advokat, Mr. Besar Mertokusumo kerap disebut sebagai generasi advokat pertama di Indonesia, hal ini bersumber dari buku Daniel S. Lev yang bertajuk Hukum dan Politik di Indonesia. Dalam buku itulah, Daniel S. Lev memperkenalkan sosok Besar Mertokusumo sebagai advokat pertama di Indonesia.

Sebelum terjun ke dunia advokat, Mr. Besar Mertokusumo bekerja sebagai pembela dan panitera pada Landraad (Pengadilan Negeri) di Pekalongan, pekerjaan tersebut diperoleh setelah lulus dari Rechtschool. Setelah bekerja beberapa tahun, kemudian hijrah ke Belanda untuk memperoleh gelar sarjana hukum, bersama dengan sebelas pelajar lainnya dengan kuliah di Universitas Leiden, Belanda.

Mr. Besar Mertokusumo menggeluti dunia advokat sekitar tahun 1923, dan Firma hukumnya didirikan di Tegal, Jawa Tengah, dekat kota kelahirannya, Brebes. Kemudian Daniel S. lev, sosok Besar digambarkan sebagai advokat yang sering membela terdakwa miskin dalam persidangan di Landraad (Pengadilan Negeri).

Minimnya jumlah advokat ketika itu dipengaruhi meningkatnya suhu politik di Indonesia, kemudian mahasiswa hukum yang telah kembali ke Indonesia kebanyakan langsung terjun ke dunia politik. Tidak mudah untuk menjadi advokat pada zaman dulu, kesulitan bukan hanya kesulitan finansial saja, sebab advokat baru kebanyakan berasal dari keluarga dan keturunan kaya. Meski demikian, dari sisi profesionalitas, advokat Indonesia harus bersaing dengan pengacara Belanda yang notabene dekat dengan lembaga hukum yang dikuasai pejabat Belanda.

Profesi advokat tidak dipandang mentereng layaknya jabatan di pemerintahan, awalnya pihak keluarga tidak menyetujui pilihan Mr. Besar Mertokusumo menjadi advokat, bahkan pilihan bekerja sebagai pamong praja justru dinilai lebih baik dibandingkan advokat. Namun Besar Mertokusumo tidak gentar dengan rintangan tersebut, justru beliau tetap memilih menjadi pengacara. Akhirnya keluarga pun menerima keputusan Besar, hingga beliau mengakhiri kariernya sebagai advokat pada 1942.

Ketika Mr. Besar Mertokusumo berpraktik di Landraad (Pengadilan Negeri), beliau tidak senang dengan perlakuan Pengadilan terhadap terdakwa asal Indonesia (pribumi). Dalam persidangan, terdakwa orang Indonesia (pribumi) harus duduk di lantai, membungkuk dalam-dalam dan sangat ketakutan. Besar menilai perlakuan itu sebagai bentuk penghinaan pengadilan terhadap orang Indonesia (pribumi). Ketika itu, hakim dan jaksa menggunakan bahasa Belanda saat bersidang. Mr. Besar Mertokusumo tidak suka dan menentang dengan kondisi demikian, sehingga membuat orang Indonesia (pribumi) sulit untuk menerima putusan Pengadilan, dan ibarat seperti Pengadilannya sendiri. Meski demikian, para hakim Belanda tetap menghormati perlakuan Mr. Besar Mertokusumo dan perlakuan hak-hak terdakwa yang berasal dari pribumi di dalam persidangan.

Mr. Besar Mertokusumo bukan hanya berprofesi sebagai advokat membela hak-hak dan kepentingan hukum masyarakat pribumi, namun beliau turut serta pula berperan dalam kemerdekaan Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, Mr. Besar Mertokusumo pernah menjadi Walikota (Shi-co) Tegal dari tahun 1942-1945 dan merupakan Walikota (Shi-co) yang pertama yang berasal dari kalangan Pribumi (masyarakat Indonesia). Kemudian Mr. Besar Mertokusumo menjadi salah satu anggota BPUPKI (Badan Persiapan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbii Chōsakai. Pada Juni 1944, Mr. Besar Mertokusumo diangkat sebagai Bupati (Ken-Co) Tegal. Ketika menjelang penyerahan Jepang, di angkat menjadi Residen Pekalongan (Fuku Syuu-cokan) pada Juni 1945, dan sekaligus sebagai anggota Kominte Nasional Indonesia (KNID) di daerah setempat bersama dr. Maas, dr. Sumbadji, Kadir Bakri, K.H. Muhammad Ilyas, Jauhar Arifin, S. Wigyo Suparto, dan Kromo Lawi. 


Pada tanggal 3 Oktober 1945, Mr.  Besar Mertokusumo memimpin delegasi Indonesia dalam suatu perundingan dengan pimpinan militer Jepang di Pekalongan. Namun pada saat perundingan tersebut dilakukan, tiba-tiba tentara Jepang yang berada di depan mendadak memberondongkan senapan metraliurnya pada kerumunan masa. Seketika itu banyak korban berjatuhan hingga tewas dan mengalami luka-luka. Kemudian Mr. Besar Mertokusumo beserta perwakilan KNID (Kominte Nasional Indonesia Daerah) berupaya menyelamatkan dirinya dengan menerobos masuk ke ruang kantor Karesidenan.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 048/TK/1992 tanggal 17 Agustus 1992, Mr. Mas Besar Mertokusumo mendapatkan "Bintang Mahaputra Utama" atas jasa-jasanya kepada Bangsa dan Negara, beliau meninggal dalam usia 86 tahun (1894-1980) dan dimakamkan di Makam Giritama, Tonjong Parung, Bogor.


Berdasarkan uraian tersebut, AHU & Partners berpendapat alangkah baiknya, Advokat pada saat ini bersepakat menganggap Mr. Mas Besar Martokoesoemo disebut dengan "Bapak Advokat Indonesia" terhadap pengabdian beliau sebagai Advokat pertama di tanah air.

Demikianlah yang dapat disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.


Salam,
AHU & Partners


Referensi:
http://hermawayne.blogspot.co.id/2011/02/10-hal-pertama-yang-penting-dalam-hukum.html?m=1
http://ririchikaandini.blogspot.co.id/2013/01/sistem-informasi-pengacara.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Besar_Mertokusumo
http://www.kesbangpol-pekalongankota.org/index.php?option=com_content&view=article&id=357:mr-besar-martokusoemo&catid=68:tokoh-pekalongan&Itemid=93

No comments:

Post a Comment