CYBER LAW HOUSE : Jalan Nias No.14/616 Rt.004 Rw.003, Kelurahan 26 Ilir D-I, Kecamatan Ilir Barat I, Kota Palembang 30136, Sumatera Selatan, Indonesia; Telp : +6285369903020, +6282185998766 (Adha), +6282182826238 (Hairul), +6282185109191 (Usman); Website: http://www.ahu-lawfirm@blogspot.co.id; Email: ahu.lawfirm@gmail.com

Monday 24 April 2017

cyber crime on the banking




Cyber crime adalah bentuk kejahatan yang terjadi di internet/ dunia maya, yang menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan yaitu mengacu pada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer. Tetapi istilah cyber crime juga dipakai dalam kegiatan kejahatan dalam dunia nyata di mana komputer atau jaringan komputer dipakai untuk memungkinkan atau mempermudah kejahatan itu bisa terjadi. Termasuk dalam kejahatan dalam dunia maya, antara lain yaitu pemalsuan cek, penipuan lelang secara online, confidence fraud, penipuan kartu kredit, pornografi anak, penipuan identitas, dan lain-lain.

Cyber crime juga terjadi pada dunia perbankan, penyebab dari cyber crime perbankan yaitu bermotif masalah perekonomian dan sasarannya adalah uang. Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi (TI), maka kejahatan pun semakin banyak berkembang sehingga meresahkan masyarakat, termasuk dunia perbankan .


Carding
Sebagai contoh, sekarang ini telah marak carding untuk perdagangan saham secara online. Pelaku carding yang berasal dari Indonesia bertindak sebagai pihak yang membobol kartu kredit, dan hasilnya akan dipergunakan oleh mitranya yang berada di luar negeri untuk membeli saham secara online, kemudian keuntungan transaksi itu ditransfer ke sebuah rekening penampungan, dan hasilnya dibagi lagi ke rekening anggota sindikat tersebut.

Carding dapat pula dikatakan berbelanja atau betransaksi dengan menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet, dan sebutan pelakunya adalah carder atau cyberfroud alias penipuan di dunia maya. 
Pada dasarnya, ada dua jenis model transaksi yang rawan terjadi pencurian informasi kartu kredit (carding), antara lain: 
  • Card present, transaksi dengan menggunakan fisik kartu dengan menggunakan mesin EDC (electronic data capture) pada merchant misalnya toko atau hotel, dan lain-lain. Pada jenis transaksi card present, pelaku mendapatkan informasi kartu kredit korbannya dengan teknik skimming dengan menggunakan card skimmer. Card skimmer adalah alat yang mampu merekam data/informasi pada kartu kredit, karena ukuran alatnya cukup kecil, biasanya pelaku menyembunyikan alat tersebut di bawah meja kasir, kemudian pelaku mengambil data-data kartu kredit korbannya dengan cara menggesekkan kartu kredit pada card skimmer sesaat setelah dilakukan transaksi pada mesin EDC.
  • Card not-present, transaksi tanpa menggunakan fisik kartu yang dilakukan secara online melalui internet atau melalui telepon (mail order), transaksi ini lebih berisiko karena transaksi dilakukan tanpa menggunakan fisik kartu, bahkan pelaku pun lebih mudah untuk mendapatkan data-data kartu kredit korbannya tanpa menggunakan alat tertentu. Teknik yang pada umumnya yang digunakan di antaranya adalah phishing dan hacking. Phishing dilakukan dengan cara menyamar menjadi pihak yang dapat dipercaya atau seolah-oleh merupakan pihak yang sesungguhnya untuk mendapatkan informasi kartu kredit dari korbannya, contohnya dengan meminta verifikasi informasi kartu kredit melalui e-mail atau telepon dan mengaku sebagai petugas bank. Teknik lainnya adalah hacking yaitu dilakukan dengan cara mengeksploitasi celah keamanan pada suatu website e-commerce pada layer database untuk mendapatkan data-data kartu kredit pelanggan website tersebut. 

Kejahatan carding mempunyai dua ruang lingkup, nasional dan transnasional. Secara nasional adalah pelaku carding melakukannya dalam lingkup satu negara. Transnasional adalah pelaku carding melakukkannya melewati batas negara. Berdasarkan karakteristik perbedaan tersebut untuk penegakan hukumnya tidak bisa dilakukan secara tradisional, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan hukum tersendiri.


Cracking
Cracking adalah seseorang yang mencari kelemahan suatu sitem dan memasukinya untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari sistem yang dimasuki seperti pencurian data, penghapusan data. Cracker memiliki ciri-ciri khas, yaitu :
  • Mampu membuat suatu program bagi dirinya sendiri dan bersifat destruktif (merusak) dan menjadikanya sebagai keuntungan.
  • Bisa berdiri sendiri atau berkelompok dalam bertindak.
  • Mempunyai website atau IRC (internet relay chat) tersembunyi dan hana beberapa orang bisa mengaksesnya.
  • Mempunyai alamat IP (internet protocol) atau IP address yang tidak bisa dilacak.


Berbeda halnya dengan carder yang hanya mengintip kartu kredit, sedangkan cracker mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan diri sendiri. Meskipun sama-sama menerobos keamanan komputer orang lain, cracker lebih fokus untuk menikmati hasilnya.

Sekarang ini telah muncul bentuk kejahatan baru setelah carding mereda, yaitu kasus pembobolan uang nasabah lewat  ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk membobol dananya. Suatu kepercayaan kepada perbankan tidak hanya terkait dengan keamanan simpanan nasabah di bank, namun juga terhadap keamanan prosedur dan sistem, penggunaan teknologi serta sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. Bentuk suatu risiko yang sampai saat inii belum banyak diantisipasi yaitu kegagalan dalaam transaksi perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud) yang dalam risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional.


Malware
Serangan siber terhadap industri perbankan terus dilakukan para penjahat siber, perusahaan keamanan Symantec telah menemukan cara baru program jahat (malware) Android.Bankosy yang mampu mencurangi sistem otorisasi dua faktor (two factor authorization) berbasis panggilan suara. Symantec mencatat bahwa malware yang menyerang lembaga finansial dapat mencegat pesan SMS (short message service) yang seharusnya masuk ke nasabah, kemudian dapat menghapus pesan, menghapus data, dan lainnya. Kini, malware Android.Bankosy mampu mengalihkan panggilan dari bank kepada nasabah yang seharusnya mengirim pesan berisi password untuk transaksi perbankan.

Dalam kasus ini, korban mungkin tidak mengetahui adanya panggilan telepon yang masuk karena telah dicegat oleh malware. Ketika pengalihan panggilan telah dipasang di perangkat korban, penyerang pun langsung mencuri informasi korban (faktor pertama dalam otorisasi dan otentifikasi dua faktor) dapat penyerang dapat melakukan transaksi dengan data yang dimiliki oleh korban. Sewaktu sistem meminta korban untuk memasukkan faktor kedua, misalnya otorisasi yang diperoleh dari panggilan suara, maka penjahat siber akan melakukan pengalihan panggilan, memasukan faktor kedua, dan menyelesaikan transaksi.

Trojan perbankan disebut menjadi ancaman online yang paling berbahaya, malware jenis ini sering disebarkan melalui website hasil peretasan dan e-mail spam penipuan, setelah menginfeksi pengguna dengan meniru halaman perbankan online yang resmi sebagai upaya mencuri informasi pribadi milik pengguna, seperti rincian rekening bank, password, atau informasi kartu perbankan. Trojan Nymaim pada awalnya dirancang sebagai ransomware, memblokir akses ke data berharga milik pengguna dan kemudian menuntut uang tebusan untuk bisa membukanya. Namun, versi terbaru memiliki fungsi Trojan perbankan Gozi yang memberikan peluang bagi penyerang agar dapat mengakses dari jarak jauh ke PC (personal computer) korban.

Phising
Terdapat pula kasus kejahatan perbankan yang lainnya, yakni melalui phising atau e-mail palsu yang kini banyak dialami oleh pelanggan / pengguna situs internet banking, mengarahkan kepada nasabah untuk men-update account pribadinya, dan apabila tidak diupdate maka akan di block account milik nasabah tersebut. Kemudian nasabah diarahkan untuk masuk ke link alamat resmi milik Bank” tersebut, tetapi pada saat link “Bank” diklik bukanlah masuk ke alamat resmi milik Bank” tersebut melainkan dibelokkan ke alamat palsu milik phiser.

Akibatnya banyak pengguna internet banking “Bank” memasukkan username, password dan nomor PIN (personal indentification number) ke dalam situs yang bukan seharusnya, korban pun tidak pula sadar bahwa tampilan situs yang asli di miliki “Bank” sama persis dengan situs yang “Palsu” yang di miliki oleh phiser. Dengan demikian, pemilik situs palsu (phiser) dengan leluasa menggunakan identitas korban untuk masuk ke situs “Bank” yang sebenarnya / asli, kemudian mentransfer seluruh uang korban ke rekeining miliknya.


Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, ternyata masih banyak istilah-istilah lainnya yang merupakan serangan atau kejahatan mayantara (cyber crime) terhadap perbankan, maupun terhadap pemerintah dan/atau situs-situs perdagangan komersial secara online yang kesemuanya itu bagian dari illegal access atau akses tanpa ijin ke sistem komputer dengan upaya yang dilakukan yaitu berupa pemalsuan data (data forgery) dan mencuri data (data theft).

Sehebat apa pun peralatan yang di miliki yaitu software dan hardware, jika sumber daya manusia (human resource) tidak diberdayakan keahliannya dan tidak pula meng-update perkembangan informasi, maka hal ini tidak menutup kemungkinan dapat ditembus oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Namun sepintar apa pun kejahatan yang telah dilakukannya, termasuk pula kejahatan pada dunia mayantara (cyber crime), pasti akan terungkap.


Salam,
AHU & Partners




No comments:

Post a Comment